PENGUATAN ADVOKASI INKLUSIF TRANSISI ENERGI 3–4 DESEMBER 2025 | HOTEL ASTON INN, MATARAM.
LAPORAN KEGIATAN GEDSI JET WORKING GROUP NTB _ 3–4 DESEMBER 2025 | HOTEL ASTON INN, MATARAM.
https://www.gedsijetntb.org - Keterlibatan kelompok rentan, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam proses transisi energi menjadi salah satu isu strategis dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Tantangan dalam memastikan keadilan energi tidak hanya terletak pada penyediaan infrastruktur, tetapi juga pada kualitas kebijakan yang harus inklusif dan mempertimbangkan kebutuhan semua kelompok. Dalam konteks ini, GEDSI JET Working Group NTB menyelenggarakan sebuah kegiatan penguatan kapasitas yang berlangsung selama dua hari, pada 3–4 Desember 2025, di Hotel Aston Inn Mataram.
Kegiatan yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 17.00 WITA ini dihadiri oleh kelompok masyarakat, organisasi mitra, perwakilan pemuda, serta para pegiat advokasi transisi energi berkeadilan. Kehadiran beragam aktor ini menunjukkan komitmen kolektif untuk memperkuat perspektif GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) dalam kebijakan energi, sebagai bagian dari upaya mendorong transisi energi yang tidak hanya cepat, tetapi juga adil dan berpihak kepada semua kalangan.
Narasumber dan Kerangka Materi
Dua narasumber utama hadir memberikan penguatan perspektif dan strategi advokasi. Pertama, Nuryanti Dewi dari LBH Apik NTB, yang selama ini dikenal aktif memperjuangkan hak-hak perempuan dan kelompok rentan melalui kerja advokasi hukum dan sosial. Kedua, Topan Mars Arifin dari Pertuni NTB, yang membawa perspektif disabilitas dalam konteks kebijakan energi dan aksesibilitas layanan publik.
Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan materi tematik dari anggota Pokja Advokasi. Dwi Ari Santo membawakan tema “Konsep dan Strategi Advokasi untuk Memastikan GEDSI JET dalam Kebijakan Energi”. Materi ini menekankan bahwa transisi energi tidak mungkin tercapai secara adil jika tidak memperhatikan hambatan struktural yang dialami perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.
Sementara itu, Topan Mars Arifin menyampaikan materi berjudul “Praktik Baik Advokasi Inklusif dan Catatan Keberhasilan Advokasi Berbasis Kolaborasi”. Ia merangkum beberapa pengalaman advokasi lintas organisasi dan menegaskan bahwa kolaborasi menjadi faktor kunci kesuksesan upaya perubahan kebijakan.
Tujuan Kegiatan: Memperkuat Gerakan Advokasi Energi Berkeadilan
Kegiatan GEDSI JET Working Group NTB ini dirancang dengan lima tujuan utama:
-
Meningkatkan kapasitas dan pengetahuan anggota komunitas dalam advokasi isu transisi energi yang berpihak kepada perempuan dan kelompok rentan.
Peserta difasilitasi untuk memahami konteks kebijakan energi dan dampaknya terhadap kelompok berbeda dalam masyarakat. -
Meningkatkan keterampilan strategi dan komunikasi advokasi.
Modul pelatihan dirancang agar peserta mampu merumuskan pesan advokasi yang tepat, memilih saluran komunikasi yang efektif, dan membangun jejaring pendukung. -
Mengidentifikasi kesenjangan isu kebijakan energi lokal maupun nasional dalam konteks kepemimpinan perempuan dan kelompok rentan.
Peserta melakukan diskusi kelompok terarah untuk memetakan persoalan kebijakan yang masih menghambat keterlibatan kelompok rentan. -
Melakukan pemetaan aktor kunci di semua level sebagai alat pendukung advokasi.
Pemetaan ini penting untuk mengetahui siapa pihak yang perlu dilibatkan dalam proses penyusunan, pengawasan, hingga implementasi kebijakan energi. -
Merumuskan aksi advokasi bersama untuk jangka pendek, menengah, dan panjang beserta indikator keberhasilannya.
Rencana aksi disusun secara kolaboratif dan berbasis kebutuhan lokal agar implementasinya realistis dan berdampak nyata.
Rangkaian Kegiatan Selama Dua Hari
Hari pertama difokuskan pada penguatan konsep dasar advokasi dan menanamkan perspektif GEDSI dalam sektor energi. Narasumber menjelaskan bagaimana bias gender dan hambatan sosial sering kali tidak terlihat dalam penyusunan kebijakan, namun sangat berpengaruh terhadap akses masyarakat terhadap energi. Peserta diberi ruang untuk berbagi pengalaman di wilayah masing-masing, terutama terkait hambatan masyarakat marginal terhadap akses energi bersih.
Pada hari kedua, kegiatan lebih berfokus pada praktik. Peserta melakukan latihan menyusun strategi advokasi, termasuk analisis pemangku kepentingan, penyusunan pesan kunci, pemetaan risiko, serta simulasi komunikasi kebijakan. Diskusi berlangsung intens karena peserta berasal dari latar belakang yang beragam—mulai dari organisasi perempuan, disabilitas, pemuda, hingga lembaga pendidikan.
Salah satu sesi yang paling menarik perhatian adalah diskusi studi kasus tentang “kolaborasi multisektor dalam advokasi kebijakan energi”. Peserta mempelajari contoh keberhasilan advokasi berbasis kolaborasi dalam isu energi dan lingkungan, yang dibawakan oleh Topan Mars Arifin. Ia menekankan bahwa keberhasilan advokasi bukan hanya ditentukan oleh kekuatan argumen, tetapi juga oleh kemampuan membangun koalisi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah, akademisi, dan media.
Output yang Diharapkan
Setelah dua hari pembelajaran intensif, kegiatan ini menghasilkan beberapa output strategis, yakni:
-
Peta kapasitas, pengetahuan, dan keterampilan peserta mengenai advokasi transisi energi berperspektif GEDSI.
Peta ini menjadi dasar untuk menyusun pelatihan lanjutan. -
Peta kesenjangan isu kebijakan energi lokal dan nasional yang relevan dengan kepemimpinan perempuan dan kelompok rentan.
Peta ini memuat isu-isu seperti ketimpangan akses energi, minimnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, dan rendahnya aksesibilitas fasilitas energi bagi penyandang disabilitas. -
Peta aktor kunci di semua level yang mencakup pemerintah daerah, lembaga legislatif, akademisi, kelompok masyarakat, komunitas energi, hingga media.
-
Rumusan aksi advokasi bersama jangka pendek, menengah, dan panjang, termasuk indikator keberhasilan pada tiap tahap.
Aksi jangka pendek mencakup kampanye kesadaran publik, sementara jangka menengah berfokus pada penguatan kapasitas organisasi. Aksi jangka panjang diarahkan untuk mendorong perubahan kebijakan energi yang lebih inklusif.
Peran Fasilitator dan Koordinasi Pelaksanaan
Kegiatan ini difasilitasi oleh Koordinator Provinsi WE for JET Yayasan Penabulu, Nur Janah, yang berperan dalam memastikan kelancaran kegiatan serta memfasilitasi diskusi. Selain itu, Ketua GEDSI JET NTB, Baiq Dewi Anjani, memegang peran penting sebagai koordinator lapangan dan narahubung kegiatan.
Dukungan kelembagaan dari WE for JET memastikan bahwa kegiatan ini selaras dengan agenda besar transisi energi berkeadilan di tingkat nasional, sekaligus memperkuat kapasitas lokal untuk mengawal isu tersebut di NTB.
Penutup: Komitmen Menuju Transisi Energi yang Adil dan Inklusif
Kegiatan GEDSI JET Working Group NTB ini tidak hanya menjadi forum berbagi pengetahuan, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat gerakan advokasi energi berkeadilan di wilayah NTB. Melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif, kegiatan ini menegaskan bahwa keberhasilan transisi energi tidak dapat dipisahkan dari kualitas inklusivitas dalam kebijakan.
Dengan adanya peta kapasitas, peta kesenjangan kebijakan, pemetaan aktor kunci, serta rumusan aksi bersama, kegiatan ini memberikan fondasi kuat bagi upaya advokasi lanjutan. Diharapkan seluruh peserta dapat menjadi penggerak perubahan di tingkat komunitas, serta memastikan bahwa perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya mendapatkan ruang yang layak dalam proses transisi energi.
DAFTAR PPT PERSENTASI KELOMPOK ( UNDUH )
DOKUMENTASI VIDEO DAN FOTO TGL 3 - 12 - 2025 HP 1 ( UNDUH ) dari HP 2 ( UNDUH )
DOKUMENTASI VIDEO DAN FOTO TGL 4 - 12 - 2025 [UNDUH]





Posting Komentar untuk "PENGUATAN ADVOKASI INKLUSIF TRANSISI ENERGI 3–4 DESEMBER 2025 | HOTEL ASTON INN, MATARAM."
Posting Komentar